Saya kembali mengambil HP di lubang dashboard mobil. Hari itu, saya memang sengaja membawa headset HP, agar kali ini HP bisa jadi teman perjalanan yang tidak membosankan. Duduk di samping pak sopir memang membosankan bila tanpa teman. Tapi teman kali ini adalah teman yang baik. Tidak pernah minta ditraktir, tidak pernah minta mampir. Itulah HP saya. Malam sebelumnya, saya menyempatkan diri untuk men-copy beberapa file audio.
Dengan headset terpasang di telinga, saya mendengar beberapa rekaman ceramah satu persatu. Tapi, ceramah yang satu ini berbeda. Ada cerita yang sangat berkesan, dari ceramah Syaikh Muhammad Hassan. Suara rekaman ceramah tidak begitu jernih, memaksa saya untuk memberi fokus lebih. Kata Syaikh Muhammad Hassan,
“Saya mengenal seorang kaya di Kairo, dia memiliki uang tunai sebanyak 100 juta dolar, ini baru uang tunainya, belum kekayaan berupa properti.” Saya berkata dalam hati, ‘Wah banyak sekali uangnya, kalo dirupiahkan, kira-kira 900 milyar, kurang sedikit lagi 1 trilyun, banyak banget…’ sambil mengubah posisi duduk. Maklum, duduk di mobil tidak selalu nyaman, sambil agar lebih fokus mendengarkan.
“Pada suatu hari…” kata Syaikh Muhammad Hassan melanjutkan, “Dia dan istrinya pergi ke Iskandariyah, ditemani sopirnya. Pada perjalanan pulang, tiba-tiba mobilnya terguling..” Kenapa bisa terguling? Wah itu bukan inti cerita. Pokoknya mobil terguling. “Dan dia pun lumpuh.” sopir dan istrinya selamat. “Dia lumpuh, tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya, hanya bisa menggerakkan kepala saja. Dia memiliki dua anak, satu perempuan, satunya lagi laki-laki. Yang perempuan sudah menikah dan ikut suaminya. Suaminya memberinya ultimatum, ‘Kamu harus memilih salah satu, antara diriku atau ayahmu.’ Dia memilih ikut suaminya. Sementara anak yang laki-laki, memilih bekerja di salah satu negara kaya Timur Tengah…” Hmmmm… kasihan sekali. Bagaimana komentar pembaca? Saya tidak berkomentar.
Syaikh Hassan melanjutkan, “Tinggallah orang itu di kamarnya ditemani sang sopir, yang membantunya melakukan apa saja yang dia mau. Bahkan ketika gatal, dia hanya bisa memanggil sopir untuk menggaruk.” Kata saya dalam hati, kasihan.. “Orang itu berkata, ‘Pada suatu malam, saya merasa gatal. Saya ingin memanggil sopir untuk menggaruk. Tapi saya lihat si sopir tertidur lelap. Saya merasa tidak enak untuk membangunkannya. Jika saya harus membayar 100 juta dolar agar saya bisa kembali menggerakkan tangan, saya akan bayar..’”
Wah, seratus juta dolar untuk sekadar menggerakkan badan? Bagi kita mungkin itu gila. Kita bisa menggerakkan badan tanpa harus bayar. Tapi bagi dia, menggerakkan badan lebih mahal daripada 100 juta dolar!!!
Ternyata kita sudah kaya, kita bisa menggerakkan badan tanpa harus membayar 100 juta dolar. Ini sebuah anugerah.
Ternyata kita kaya. Meski di antara kita ada yang belum bekerja. Meski ada yang masih kontrak rumah. Meski ada yang belum menikah. Tapi, ternyata kita kaya. Kita memiliki anugerah yang harganya lebih dari 900 milyar rupiah.
Tapi kadang ini tidak kita sadari. Sering sekali tidak kita syukuri.
***
Penulis: Syarif Baraja
Artikel www.PengusahaMuslim.com